66 tahun bangsa ini telah merdeka.
Apa kita benar-benar telah merdeka? Apa yang telah kita lakukan untuk
negeri ini setelah kita lepas dari belitan belenggu penjajahan? Kalau
kita menoleh ke belakang ke masa Nabi Muhammad sebagai
ibarat. Dalam suatu perang melawan orang kafir. Perang badar
adalah perang yang sangat besar dan luar biasa dahsyat. Banyak para
sahabat nabi yang gugur sebagai syahid. Bahkan paman Nabi Sayyidina
Hamzah yang paling dibanggakan Nabi gugur juga sebagai syahid.
Yang paling mengenaskan adalah Sang yahid dibelah dadanya oleh seorang
wanita bernama Hindun kemudian hati hamzah dimakan. Nabi sempat
menitikkan air mata menahan haru. Tapi apa kata nabi, “kita telah
menghadapi perang kecil dan akan menuju perang yang lebih besar”. Para
sahabat heran dan bertanya, “wahai Rosulullah, gerangan perang apakah
yang lebih besar dari perang yang telah kita hadapi ini”. Nabi dengan
tersenyum bersabda, “perang melawan Hawa Nafsu adalah
perang terbesar yang harus kalian hadapi”.
Kemerdekaan telah
diproklamirkan. Dunia sudah tahu bahwa bangsa Indonesia telah menjadi
bangsa berdaulat, menjadi bangsa yang Merdeka, bebas lepas dari
penjajah. Tapi apakah kita telah merdeka dengan kemerdekaan yang
sesungguhnya? Kalau kita berkaca kepada pristiwa Nabi dan Sahabatnya
tadi, bahwa kita lepas dan merdeka dari bentuk penjajahan yang kecil dan
pasti akan menghadapi bentuk penjajahan yang lebih besar. Yaitu
penjajahan oleh hawa nafsu. Penjahan oleh hawa nafsu yang ada di dalam
diri kita adalah bentuk penjajah yang jauh lebih berat. Diperlukan
kekuatan batin untuk melawannya. Hawa nafsu adalah keinginan hewani
manusia. Ingin harta, ingin wanita, ingin kendaraan, ingin hiburan,
ingin tahta dan kekuasaan dan bentuk-bentuk ingin yang lain. Semua
adalah hawa nafsu yang wajib kita kendalikan. Jangan sampai dibiarkan
membelenggu kita sebagai bangsa Indonesia. Masih banyak kita temukan di
antara kita masih menghalalkan segala bentuk cara untuk untuk
mendapatkan dan memenuhi keinginan keinginan-keinginan tersebut. Adanya
korupsi, sogok menyogok, bentuk-bentuk kejahatan, dan lain-lain
menunjukkan bahwa kemerdekaan yang sesungguhnya belum
kita dapatkan. Kemerdekaan yang sesungguhnya adalah
kebebasan dari belenggu penjajahan hawa nafsu dalam diri kita. Nafsu
wajib kita kendalikan. Bukan kita yang dikendalikan hawa nafsu.
Semoga kita bangsa Indonesia semakin
bisa memaknai kemerdekaan ini dengan kemerdekaan yang
sesungguhnya. Sehingga bisa bebas lepas seperti burung yang terbang dari
belenggu penjajahan hawa nafsu. Momentum Ramadhan jika dikaitkan dengan
peringatan kemerdekaan sungguh sangat tepat. Suasana ramadhan, di mana
Ummat Islam di seluruh dunia melaksanakannya, mengekang dan menahan
tidak hanya dari rasa lapar, juga menahan hawa nafsu berbuat hal-hal
yang tidak baik. Terbebas dari belenggu hawa nafsu adalah misi dari
pelaksanaan puasa itu sendiri. Insya Allah bangsa ini akan semakin jaya
dan besar. Jadi kemerdekaan tidak hanya diperingat dengan upacara
semata. Tapi juga dijadikan bahan perenunggan untuk melangkah dan
menatap masa depan yang lebik lagi. Semoga tercapai. Amien Ya
Fattahul”alim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar